Minggu, 01 Juli 2012

tugas pancasila

Foto Profil

Nama :vendik setiawan
NIM :111020100045
teknik elektro sore / 2
Dosen pengampu : Drs.Hadi Ismanto.M.Si
 
revitalisasi pancasila sebagai sumber ideologi pancasila
Di tengah kontroversi sejarah dan politik yang ada, tanggal 1 Juni kerap dianggap sebagai Hari Kelahiran Pancasila. Sebagai ideo­logi negara, Pan­casila seharusnya men­jadi sumber tata­nan politik dan hukum untuk kehidupan pe­me­rintah dan masyarakat. Sekarang, se­muanya menjadi puing-puing politik ketika 13 tahun reformasi berlalu menjadi saksi betapa Pancasila kian memudar seiring dengan lengsernya Soeharto sebagai peno­pang dasar negara tersebut.
Pancasila, yang menjadi alat penindas kebebasan ideologi di bawah era Soeharto, kini semakin kalah bersaing dengan ideologi transnasional yang diadopsi kebanyakan masyarakat. Dalam dinamika politik kontem­porer, Pancasila sebagai ideologi negara menjadi sasaran kritikan empuk.
Sementara kaum radikal trans­nationalis menuduh Pancasila gagal mengikat keragaman dan me­ngang­gapnya sebagai diakronis piki­ran. Bagi mereka, Pancasila adalah tidak sejalan dengan ideologi kebe­naran mutlak mereka percaya, yaitu teokrasi. Berbagai serangan terhadap Pancasila melalui gerakan sosial jelas-jelas berupaya mem­bongkar Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kelompok-kelompok anti-Pancasila tumbuh dengan subur dan terang-terangan menyatakan diri untuk mengubah ideologi negara dan mengacaukan Indonesia.
Sayangnya, negara ikut ambil bagian dalam melumpuhkan Pan­c­a­sila ke tepi jurang yang lebih rendah. Pemerintahan pasca Orde Baru telah lebih menjadikan Pan­casila sebagai mitos eksistensi konstitusional. Segenap upaya untuk merevitalisasi Pancasila makin ditinggalkan. Sebagai misal, Pan­casila tidak lagi dijadikan sebagai mata pelajaran dengan kurikulum khusus dari sekolah dasar hingga tingkat perguruan tinggi.
Sebuah penelitian tentang ideologi pada tahun 2009 memberikan hasil yang mengejutkan. 61,2% responden mengatakan mereka tidak melihat lagi Pancasila sebagai ideologi yang mampu mengatasi beragam masalah bangsa, sementara 45% menganggap Pancasila tidak lebih berharga dan bermakna daripada agama. Dilihat dari aspek kognitif, dari 1000 anak-anak kelom­pok usia 18-23 yang disurvei, 59,2% gagal atau tidak mampu menghapal butir-butir Pancasila.
Mengapa Pancasila terkesan “dibuang ke laut” saat ini? Jawa­bannya terletak pada kenyataan bahwa masyarakat masih traumatis dengan pengalaman penguasa zaman Orde Baru yang memanipulasinya sebagai alat untuk menindas dan melestarikan ketidakadilan sosial atas nama stabilitas politik dan pertum­buhan ekonomi.
Karenanya, kini saatnya untuk melakukan lompatan kuantum (quantum leap) untuk merevitalisasi Pancasila secara proporsial, benar, dan lepas dari sinkretisme. Ini jelas menghajatkan kerja keras di tengah sinisme publik terhadap pemerintah Orde Baru sebelumnya dan gencar­nya pengaruh Barat atas bahasa dan budaya Indonesia. Kebutuhan untuk revitalisasi atau menghidupkan kembali Pancasila dapat dilakukan sebagai berikut.
Pertama, Pancasila seharusnya tidak dianggap sebagai mitos dari suatu ideologi kebenaran mu­tlak. Pancasila harus menjadi subjek diskusi dan wacana publik lewat kekuatan pembebasan yang dimi­likinya. Masyarakat perlu terlibat dalam proses reinterpretasi Panca­sila seiring dengan perjalanan ruang dan waktu. Di tengah eskalasi radikalisasi keagamaan, misalnya, masyarakat perlu kembali ke nilai-nilai asli bangsa berupa sikap toleransi dan saling menghormati dengan Pancasila sebagai latar.
Revitalisasi Pancasila juga berge­rak pada penguatan semangat nasio­na­lisme. Bapak pendiri bangsa (founding fathers) meletakkan nasionalisme yang terlepas dari hubungan luar, menjadi sebuah negara yang terisolasi dalam perca­turan internasional, atau bergaya chauvinistik sempit. Mereka menja­dikan nasionalisme yang mengakui persaudaraan dunia dari sebuah keluarga bangsa-bangsa. Dengan demikian, semangat nasionalisme Indonesia tidak boleh menjadi pelopor xenofobia.
Xenofobia tak akan membawa Indonesia lebih jauh dalam dunia yang global dan saling tergantung saat ini. Tak seorangpun yang menghendaki Indonesia mengikuti langkah-langkah Myanmar dan Korea Utara. Isolasi bukanlah jalan terbaik, tapi tak sedikit para politisi kita yang menutupi jubah nasionalisme dengan sentiment xenofobia guna mema­jukan kepen­tingan politik mereka. Merek lama nasionalisme yang bernada xenofobia tak lagi mendapat tempat dalam ranah Indonesia modern.
Pancasila harus menjadi ideologi yang hidup, sebuah ideologi kerja yang antisipatif, adaptif dan respon­sif. Pancasila bukanlah dogma ketat karena ini bakal mencegahnya menjadi responsif terhadap tantangan zaman saat ini dan masa depan.
Kedua, revitalisasi Pancasila membutuhkan keteladanan para pemimpin dalam mengim­plemen­tasikan keadilan sosial, spiritualitas, dan kemanusiaan. Perubahan yang lebih baik harus dimulai dengan keteladanan seorang negarawan, karena lewat merekalah masyarakat mengaca dan mengambil petunjuk.
Kesuriteladanan para pemimpin bangsa ini dapat menggerakkan merealisasikan nilai-nilai Pancasila, menjadikan perbedaan latar belakang etnis dan agama sebagai faktor pemersatu, bukan pembelah kesa­tuan. Kegagalan melakukan ini semua hanya bakal menempatkan Pancasila sebagai slogan klise di dalam buku, tulisan dan pidato peja­bat publik untuk kemudian dikhianati dalam kehidupan sehari-hari.
Ketiga, Pancasila harus memain­kan peran dalam membangun egalita­rianisme yang menghormati prinsip-prinsip keadaban. Untuk itu, peme­rintah harus mengurangi aturan-aturan yang terbang jauh dari prinsip-prinsip inti Pancasila.
Reformasi hukum yang pas dengan jiwa Pancasila menjadi sebuah keniscayaan. Hukum negara harus berdiri tegak sama adil untuk si kaya maupun miskin. Pada saat ini, hukum yang tidak adil ternyata masih memegang tali kendali dan terus menyebarkan virusnya. Karenanya, adalah penting menjadikan Pancasila untuk keluar dari sekadar batas-batas upacara seremonial.
Revitalisasi Pancasila memerlu­kan komitmen dan kerja keras. Di tengah kekurangannya, Pancasila masih merupakan denominator yang sahih untuk menjembatani kesenja­ngan yang menganga lebar bagi pelbagai kekuasaan politik.

Jumat, 28 Oktober 2011

Foto Profil

Jumat, 30 September 2011

TUGAS SISTEM DIGITAL


NAMA: Vendik setiawan
JUR: Tehnik elektro (semt.1)
LAMIRAN: Tgas maple. Sistem digital


 

Konsep Dasar Sistem Digital

Bagian 1
Pengenalan Konsep Analog dan Digital


Dalam kehidupan sehari-hari, misalnya pada bidang sains, teknologi, bisnis dan lain sebagainya, kita selalu berurusan dengan kuantitas-kuantitas. Kuantitas-kuantitas ini diukur, dihitung, dicatat, dimonitor dan dimanipulasi secara aritmatika. Pada umumnya manusia menggunakan bilangan untuk merepresentasikan semua kuantitas tersebut.
Secara garis besar ada dua cara yang dapat digunakan dalam merepresentasikan bilangan dari suatu kuantitas, yaitu analog dan digital.

Representasi Analog.
Pada representasi analog, suatu kuantitas dinyatakan dengan kuantitas lain yang berbanding lurus dengan kuantitas pertama tersebut. Suatu contoh representasi analog adalah speedometer mobil, dimana defleksi jarum menyatakan besarnya kecepatan mobil dan jarum speedometer akan mengikuti setiap perubahan yang terjadi saat mobil berjalan dengan kecepatan yang naik atau turun.
Contoh lainnya adalah pada mikrofon audio, Pada alat ini tegangan output dihasilkan sebanding dengan amplitude felombang-gelombang suara yang menabrak mikrofon. Perubahan pada tegangan output akan selalu mengikuti perubahan frekuensi suara pada inputnya.
Contoh-contoh yang lainnya dapat anda tentukan dari sebuah kejadian yang sifatnya mengukur kwantitas. Ketika kita malakukan pengukuran terhadap sebuah kuantitas, misalnya suhu, kecepatan,tinggi badan dan lain sebagainya, hasil yang didapatkan biasanya tidak selalu bilangan bulat.
Kuantitas-kuantitas analog pada contoh diatas mempunyai karakteristik yang unik, yaitu dapat berubah secara bertingkat pada suatu rentang harga kontinyu.

Representasi Digital
Pada representasi digital suatu kuantitas tidak dinyatakan dengan kuantitas sebanding tetapi dengan simbol-simbol yang disebut digit. Misalnya pada jam digital, yang menunjukkan waktu dalam bentuk digit-digit decimal. Walau pada kenyataan waktu terus berganti, namun yang terbaca dalam jam digital tidak berubah secara kontinyu. Digit decimal pada jam digital akan berubah satu step demi step (permenit atau perdetik). Dengan kata lain, representasi digital dari waktu berubah dalam step-step diskrit. Untuh memudahkan, kuantitas digital didapat dari hasil menghitung, dimana ketika kita menghitung hasil yang didapat adalah bilangan bulat.
Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa perbedaan utama antara kuantitas analog dengan kuantitas digital adalah bahwa kuntitas analog bersifat kontinyu sedangkan kuantitas digital bersifat diskrit.
Karena representasi digital mempunyai sifat yang diskrit maka pada saat membaca harga suatu kuantitas digital tidak ada penafsiran mendua, sedangkan harga dari kuantitas analog sering menimbulkan interpretasi yang berbeda.

Sistem Digital dan Sistem Analog.
Sebuah sistem digital adalah suatu kombinasi alat-alat (listrik, mekanis, fotolistrik dan lain sebagainya) yang disusun untuk melaksanakan fungsi-fungsi tertentu dimana kuantitas-kuantitasnya dinytakan secata digital. kuantitas-kuantitasnya dinyatakan sesuai dengan keberadaan fisiknya yang pada prinsipnya bersifat analog.
Banyak sistem-sistem praktis
.
Sedangkan pada sistem analog, bersifat hybrid, berarti terdapat baik kuantitas analog maupun kuantitas digital dan terjadi konversi terus menerus antara dua kunatitas tersebut.
Sistem-sistem digital memberikan keuntungan berupa kecepatan dan kecermatan yang lebih bersar serta kemampuan memorinya. Selain itu sistem-sistem digital tidak mudah terpengaruh oleh perubahan karakter listrik komponen-komponen sistem, dan dapat digunakan pada rentang pemakaian yang lebih besar.
Didalam kenyataannya hampir semua kuantitas adalah bersifat analog, dimana kuantitas inilah yang sering diukur, dimonitor atau dikendalikan. Jadi apabila keuntungan-keuntungan dari sistem digital akan dimanfaatkan, jelas sekali bahwa terdapat banyak sekali sistem yang bersifat hybrid. Salah satu contoh adalah sistem pengendalian pada proses industri, dimana kuantitas analog seperti temperatur, tekanan, kecepatan aliran dan lain sebagainya di ukur dan dikendalikan



Skema Rangkaian - ADC tanpa Mikrokontroler

Secara umum kita menggunakan IC ADC pada sebuah mikroprosesor atau mikrokontroler. Pada rangkaian ini kita akan membuat sebuah ADC tanpa mikro. ADC yang akan digunakan adalah ADC 0808 yang mempunyai output 8 bit yaitu D0-D7 dan mempunyai 8 analog input.
Pin A,B,C merupakan pin yang menetukan input pin berapa yang dipakai. Sesusia dengan tabel berikut :







- IN0-IN7 merupakan input
- EOC (end of conversion) sebagai pengontrol sinyal
- START (mulainya proses konversi)
- ALE (address latch enable)

Pin-pin diatas biasanya digunakan untuk interface dingan mikro melalui program. Jika kita ingin mengguinakan ADC tanpa mikro maka salah satu rangakaian yang bisa digunakan adalaha sebagai berikut




 















demikian tugas dari saya                                               baca selengkapnya